Dari Cilegon ke Hanoi: Strategi Krakatau Steel Menjadi Pemain Regional

4 minutes reading
Tuesday, 27 May 2025 07:09 0 2 Redaksi

PT Krakatau Steel (Persero) Tbk menandatangani nota kesepahaman dengan Vietnam Steel Corporation dalam ajang ISSEI 2025, disertai komitmen pengiriman 120.000 ton Hot Rolled Coil (HRC) selama setahun sebagai langkah ekspansi regional pasca pemulihan Pabrik Hot Strip Mill 1 di Cilegon. Kerja sama ini menjawab kebutuhan Vietnam akan pasokan baja yang stabil di tengah tekanan impor dari China dan Korea Selatan, serta sejalan dengan arahan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto terkait pentingnya sinergi antarnegara ASEAN untuk menjaga daya saing industri baja. Krakatau Steel juga mendukung strategi hilirisasi nasional dengan fokus pada produk bernilai tambah seperti baja otomotif, pertahanan, dan konstruksi ramah lingkungan, serta memperkuat komitmen pada TKDN dan harmonisasi spesifikasi produk regional. Penandatanganan ini sekaligus menjadi bagian dari pembentukan ASEAN Iron & Steel Council oleh enam negara dan mencerminkan tema ISSEI 2025, “Baja Nasional, Daya Saing Regional,” di mana Krakatau Steel menunjukkan bahwa ekspansi dari Cilegon hingga Hanoi adalah bagian dari strategi besar membangun kepemimpinan baja ASEAN.

“Krakatau Steel suplai baja HRC hingga 120.000 ton kepada Vietnam Steel Corporation dan ini menandakan bahwa kami mulai mengoptimalkan produksi Pabrik Hot Strip Mill 1 setelah recovery,” jelas Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk, Akbar Djohan, sesaat setelah penandatanganan di Jakarta International Convention Center.

Langkah ini menandai ekspansi Krakatau Steel pasca pemulihan pabrik utama, sekaligus menunjukkan kesiapan perusahaan untuk kembali menjadi pemain aktif dalam rantai suplai regional ASEAN.

Menurut laporan Reuters pada Februari 2025, Asosiasi Baja Vietnam mengajukan permintaan kepada pemerintah untuk memberlakukan tarif pada baja galvanis impor dari China dan Korea Selatan guna melindungi produksi domestik. Hal ini mencerminkan tekanan yang dihadapi industri baja Vietnam akibat lonjakan impor dari kedua negara tersebut. Dalam konteks ini, kerja sama dengan Krakatau Steel dapat memberikan alternatif pasokan baja yang lebih stabil dan terpercaya bagi Vietnam Steel Corporation, sekaligus memperkuat posisi Krakatau Steel di pasar regional.

Langkah Krakatau Steel ini selaras dengan arahan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, yang membuka ISSEI 2025. Dalam konferensi pers bersama manajemen Krakatau Steel, Airlangga menekankan pentingnya sinergi antarnegara ASEAN untuk menjaga daya saing industri baja di tengah tekanan global, termasuk tarif internasional dan perubahan lanskap logistik.

“Sudah saatnya ASEAN, sebagai salah satu produsen baja terbesar di dunia, untuk bekerja sama,” ujar Airlangga di booth Krakatau Steel.

Airlangga juga menyoroti pertumbuhan sektor industri pengolahan yang masih menjadi tulang punggung PDB Indonesia dengan kontribusi sebesar 19,25% pada kuartal I 2025. Ia menambahkan, ekspor besi dan baja tumbuh rata-rata 22,18% dalam lima tahun terakhir, sementara konsumsi domestik meningkat dari 18,3 juta ton pada 2024 menuju proyeksi 47 juta ton pada 2035.

Menuju ASEAN Hub Baja Bernilai Tambah

Penandatanganan dengan Vietnam Steel menjadi langkah strategis Krakatau Steel untuk memantapkan posisinya sebagai hub baja kawasan ASEAN. Setelah menjalin kemitraan dengan sejumlah mitra dari Timur Tengah dan Eropa, kini Krakatau Steel fokus memperkuat blok regional—dimulai dari Vietnam. Kerja sama ini juga mendukung strategi hilirisasi nasional. Krakatau Steel tidak ingin sekadar mengekspor baja kasar, tetapi ingin memperluas penetrasi pasar untuk produk-produk bernilai tambah seperti:
• Baja otomotif untuk ekosistem kendaraan listrik,
• Baja pertahanan untuk mendukung produksi dalam negeri bersama PT Pindad dan PT PAL,
• Baja konstruksi bersertifikasi hijau yang lebih efisien dan ramah lingkungan.

Konten Lokal dan Komitmen TKDN

MoU ini juga sejalan dengan komitmen peningkatan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Sebagai produsen domestik, Krakatau Steel tidak hanya ingin memasok kebutuhan Vietnam, tetapi juga menjajaki potensi pertukaran material dan komponen baja yang bisa memperkuat basis produksi Indonesia. Sinergi ini juga membuka peluang harmonisasi spesifikasi produk di antara negara ASEAN.

“Kami ingin menunjukkan bahwa transformasi Krakatau Steel adalah nyata—dari sisi efisiensi, teknologi, dan daya saing regional,” ujar Akbar Djohan.

ISSEI 2025: Panggung Diplomasi Industri ASEAN

Penandatanganan ini merupakan bagian dari komitmen lebih luas yang ditegaskan dalam ASEAN Iron & Steel Council, yang resmi terbentuk melalui MoU enam negara ASEAN di ISSEI 2025: Indonesia, Malaysia, Vietnam, Thailand, Singapura, dan Filipina. Tujuannya: menciptakan integrasi kawasan, memperkuat ketahanan rantai pasok, dan membangun aliansi industri di tengah ketidakpastian global. ISSEI 2025, yang digelar pada 21–23 Mei oleh IISIA berkolaborasi dengan SEAISI, menjadi platform strategis pertemuan pelaku industri baja dari sektor hulu ke hilir, regulator, pengguna, dan investor. Tahun ini, ISSEI mengusung tema “Baja Nasional, Daya Saing Regional”—tema yang kini diwujudkan Krakatau Steel lewat langkah konkret.

Dari pabrik Hot Strip Mill di Cilegon hingga meja perundingan di Hanoi, Krakatau Steel menunjukkan bahwa ekspansi regional bukan sekadar ambisi, tapi bagian dari strategi besar membangun kepemimpinan baja ASEAN. (*)

Artikel ini juga tayang di vritimes

Featured

Recent Comments

No comments to show.
LAINNYA